Skip to main content

Satu Apresiasi


Dengan rezeki yang berbeda kita terlahir
Aku dan timbaan air sumur untuk mencuci
Kau dan telepon genggam terbaru pada masa itu

Satu hal tentangmu, bagaimana kau berproses dan terbentuk
Berdiri, tetap berpijak dan berdamai dengan situasi
Ketika indah memilih berpaling setelah lama berpihak

Semesta mendewasakanmu, melepas ikatan ketergantungan
Mencerai-berai kebodohan masa muda
Kau tumbuh, bersama dirimu yang susah payah kau atur
Kembali hidup, setelah memilih sementara redup
Tak protes karena sepiring nasi untuk sehari
Hingga sibuk membahagiakan orang-orang terkasih

Kau selalu lebih hebat dari apa yang kau ceritakan
Dan untuk menilaimu tak butuh waktu sewindu
Tegak, memandang dan menertawai kepiluan
Bermetamorfosis menjadi rajawali dengan sayap kokohmu

Lalu hati, bagian dari dirimu yang selalu ingin kuselami
Ia melahirkan kau beserta segala ketulusanmu
Menjagamu tetap hangat, ketika amarah hendak berkuasa
Mencerminkan seutuhnya dirimu tanpa topeng

Kau benar bukan manusia sempurna, tapi hidup yang kau jalani menyempurnakanmu..

Comments

Popular posts from this blog

Bentuk Bahagia

  Gue sedang berada di sebuah coffee shop berlokasi di dekat rumah gue. Gue terbilang sering ke tempat ini entah hanya untuk bertemu dan ngobrol dengan teman-teman gue atau numpang buka laptop. Sore ini, gue berniat melamar pekerjaan ke beberapa perusahaan, jadi gue membawa laptop. Nggak lupa gue juga hubungin teman-teman gue via whatsapp siapa tahu mereka ingin bergabung. Biasanya kalau sudah agak malam baru kita ngobrol-ngobrol. Sambil membuka tab job portal , gue juga sambil iseng buka quora sekedar cari insight , atau menikmati tulisan-tulisan dari banyak orang. Lalu ada satu pertanyaan yang telah dijawab oleh quoranian yang membuat gue akhirnya menulis ini, yaitu tentang bagaimana laki-laki bisa bucin terhadap pasangannya. Kata kunci, bucin. Iya, bucin. Dengan melihat kata bucin, gue langsung teringat diri gue yang memang tergolong bucin ketika menjalin sebuah hubungan dengan seseorang. Karena prinsip gue ketika mencintai seseorang, gue akan memberi seluruh hati gue, diri gue

Omegle

            Selamat malam!             Good evening!             Guten Nacht!             Apa lagi? Udah, tiga aja deh ya sapaannya. Kangen nggak sama gue? Nggak ya, pasti? Fix, gue kepedean. Okay, langsung aja ya ke ceritanya.             Omegle. Wih, hahaha dari judulnya aja udah bikin lo mikir, “cailah, anak omegle.” Ya, nggak? Di sini gue mau bahas pengalaman gue saat video chatting di omegle. Gue nggak tau post kali ini bakalan seru apa nggak, tapi makasih banget kalau lo emang mau baca post ini sampai akhir. Let’s start!             Gue kenal omegle itu sekitar kelas 1 SMP. Iya, kayaknya. Dulu gue buka omegle di kelas, sama anak 7-6. Kita ngebajak komputer kelas, nyalain infocus. Yah, pokoknya gitu lah. Lampu segala dimatiin biar suasananya remang-remang seru gitu, kan. Gue ingat banget awalnya kita nggak pakai interest apa-apa (kalau lo suka buka omegle, lo pasti tau). Setelah klik video, nyalain webcam, kita nungguin. Dan tiba-tiba.... JENG! Bule ganteng. Oke, gue ul

Ajari Aku

Setelah malam yang begitu panjang, kukira fajar adalah yang kutunggu Kupikir gusar bisa hilang dengan sendirinya Ternyata rindu tak bisa pergi begitu saja Aku telah kehilangan ia, yang tak mencintaiku sejak pertemuan pertama Nafsu dunia mengajarkanku sesuatu yang nyata Sedetik saja hasrat memeluk, air mata melepas diri dengan mudahnya Kehilangan ia tak pernah kupersiapkan Terbayang saja tidak ketika ijab-kabul telah sah sepenuhnya Karena akhirnya takdir yang berbicara Tak memiliki, namun kehilangan berkali-kali Ajari aku mengobati hati yang kelukur agar kembali genap Ajari aku mengikhlaskan tuan dalam sukma