Skip to main content

Surat Untukmu


Aku bukanlah perempuan yang akan mengatakan “ya” saat diberi opsi untuk menjalin hubungan jarak jauh. Namun denganmu, aku benar-benar mempertimbangkannya. Merubuhkan tembokku sendiri, memberanikan diri untuk mengambil keputusan yang bagiku cukup sulit. Ucapanmu saat itu membuatku yakin, bahwa mungkin ini opsi yang harus kupilih. Asal bersamamu, pikirku.

Hubungan yang kini kujalani bersamamu merupakan sebuah pembelajaran bagiku tentang bagaimana mendewasakan diri. Tentang bagaimana pentingnya saling percaya dan menjaga komunikasi. Tentang bagaimana pentingnya membiarkanmu menyelesaikan kesibukanmu, melakukan aktivitasmu, hingga mengijinkanmu tetap bermain bersama teman-temanmu. Aku sungguh berterima kasih kepada sosokmu yang sabar membentukku menjadi lebih baik. Yang tak meninggalkan walau berulang kali aku melakukan kesalahan. Tanganmu masih tetap bisa kuraih, dan langkahmu tak sedikitpun mendahuluiku. Kamu membuatku begitu mencintaimu dengan tutur katamu, dengan dirimu yang siaga menjagaku, dengan rasa pedulimu terhadapku, dengan usahamu meredam amarahku, dengan caramu meyakinkanku mengenai suatu hal. Aku mencintaimu yang bangga terhadapku setelah aku berhasil mencapai targetku. Dan dukunganmu tak ada hentinya mendorong tubuhku maju, membuatku percaya bahwa aku bisa menyelesaikan yang sulit sekalipun. Sebagai manusia, kekurangan di antara kelebihanmu menyempurnakanmu. Candu dalam mencintai kelebihanmu tak sedikit pun berbeda dengan mencintai kekuranganmu. Tanpa perlu menjadi pribadi lain, dirimu mampu membuatku jatuh hati berkali-kali.

Sedang apa kamu di sana? Aku harap tak ada sedikitpun rasamu yang memudar terhadapku. Mari terus berjuang memangkas jarak yang memisahkan tempat kita berdiri. Tetaplah percaya dan terus memperbaiki diri. Tetaplah saling menggenggam untuk saling menguatkan. Nanti, akan ada saatnya kita bersama setiap waktu, melakukan banyak hal yang kita suka bersama. Tiap malam menikmati rawon pun bisa kalau kamu tidak bosan, lalu berkeliling kota sambil mengomentari orang-orang di sekeliling kita. Kamu juga bisa membawaku ke tempat yang belum pernah kukunjungi sebelumnya. Biar terik atau harus berangkat sebelum fajar tiba pun tak apa. Di kotaku, akan kutunjukkan piramida terbalik. Di kotamu, aku ingin memakan nasi krawu dan otak-otak bandeng sepuasku. Lalu bila kita bertengkar, aku harap kita tak saling memunggungi. Aku harap kau tetap sudi menatapku, semarah apapun kamu kepadaku. Dan aku pun dapat memastikan bahwa aku akan tetap menundukkan kepalaku.

Terkadang jarak memang menyebalkan karena sesekali membuat kita asing, namun jarak adalah pencipta rindu terbaik yang pernah kutahu. Dan aku percaya, rindu membuatku menghargai arti sebuah pertemuan, bersabar menanti dirimu di samping pintu kereta atau di depan pintu bandara. Di waktu tertentu, sepasang matamu menjadi satu-satunya yang ingin kulihat lebih dekat. Tawamu menjadi sesuatu yang kucari dan ingin kudengar. Beberapa kali aku tak kuasa menahan lengkung senyum di bibirku ketika mengingat hal-hal manis yang kamu lakukan. Beberapa kali juga aku menangis, mengharapkan kehadiranmu secepatnya untuk mengatakan semua akan baik-baik saja sambil mengusap lembut punggungku. Namun ketahuilah, segala hal tentangmu membantu menguatkanku.

Akan selalu ada orang-orang yang lebih baik dari dirimu. Namun denganmu aku sudah merasa cukup. Entah bagaimana kamu bisa membuatku menjadi perempuan paling bahagia dan beruntung. Aku pun merasa bahwa banyak perempuan di luar sana yang ingin memiliki pasangan seperti dirimu andai mereka tahu sebaik apa dirimu. Kamu adalah hadiah terindah yang Tuhan berikan untukku hingga aku tak mau menukarmu dengan apapun. Sayangku, ketahuilah bahwa bertemu denganmu adalah suatu hal yang benar-benar kusyukuri, dan terus bersamamu adalah hal yang benar-benar tak pernah lelah kuamini.

Comments

Popular posts from this blog

Bentuk Bahagia

  Gue sedang berada di sebuah coffee shop berlokasi di dekat rumah gue. Gue terbilang sering ke tempat ini entah hanya untuk bertemu dan ngobrol dengan teman-teman gue atau numpang buka laptop. Sore ini, gue berniat melamar pekerjaan ke beberapa perusahaan, jadi gue membawa laptop. Nggak lupa gue juga hubungin teman-teman gue via whatsapp siapa tahu mereka ingin bergabung. Biasanya kalau sudah agak malam baru kita ngobrol-ngobrol. Sambil membuka tab job portal , gue juga sambil iseng buka quora sekedar cari insight , atau menikmati tulisan-tulisan dari banyak orang. Lalu ada satu pertanyaan yang telah dijawab oleh quoranian yang membuat gue akhirnya menulis ini, yaitu tentang bagaimana laki-laki bisa bucin terhadap pasangannya. Kata kunci, bucin. Iya, bucin. Dengan melihat kata bucin, gue langsung teringat diri gue yang memang tergolong bucin ketika menjalin sebuah hubungan dengan seseorang. Karena prinsip gue ketika mencintai seseorang, gue akan memberi seluruh hati gue, diri...

Aku yang Berbahagia

Sudah masuk waktu Subuh ketika aku menulis ini dan sudah terlipat rapi juga sajadah tempat ku bersujud tadi. Senyum sedikit terukir di bibirku, mataku menyipit. Di akhir doaku, baru kali ini aku tersenyum. Entah, apa itu senyum kelegaan atau senyum yang dipaksakan. Akhir-akhir ini aku sering berpikir seberapa berartinya seorang aku. Aku mulai menghitung-hitung sudah berapa lama waktu yang aku habiskan untuk bersedih, mengurung diri di rumah, menangis, bahkan berhenti melakukan kegiatan yang aku suka. Aku sadar bahwa aku menyia-nyiakan hariku, lalu aku melupakan hal-hal positif yang selama ini telah tertanam dalam otakku. Udara pagi hari tak pernah sesejuk ini. Ah, mungkin perasaanku saja yang tengah membaik. Udara pagi memang selalu sejuk, bahkan dari pertama kali aku lahir ke dunia ini. Mengingat kelahiranku, aku makin berpikir mengenai kesedihan yang berlarut-larut menghinggapi hatiku. Aku lahir di dunia ini membawa kebahagiaan untuk kedua orang tuaku. Ada harapan begitu...

Kepergianku Untuknya (fiksi)

Pagi ini cuaca sedikit berangin. Aku masih tetap menatap laki-laki berkaos abu-abu yang tengah duduk di bangku taman. Suasana hatinya tetap sama selama ini, mungkin karena ia belum menerima kepergianku. Bagaimana bisa aku benar-benar pergi bila ada yang belum mengikhlaskan kepergianku, ditambah lagi laki-laki itu seperti tak memiliki semangat hidup lagi.             Namanya Raka, ia suamiku. Lima bulan setelah pernikahan kami, aku mengalami kecelakaan. Mobil yang kukendarai menabrak sebuah truk yang melaju kencang dari arah barat, dan belakangan kuketahui bahwa sopir yang mengendarai truk itu dalam keadaan mabuk. Aku melihat mobilku dikerumuni banyak orang, kemudian mereka mengangkat tubuhku keluar. Saat itu aku sadar bahwa aku mungkin telah pergi. Aku ingin menangis saat melihat Raka mengguncang tubuhku agar aku bangun. Tapi tubuhku enggan merespon guncangan itu. Darah terus mengalir dari kepalaku, kemudian disusul oleh darah ya...